Nahk sekarang diseluruh penjuru Indonesia pasti ramai dengan permainan ini. Dwar Dwer di telinga, yah namanya event setahun sekali.
Denger2 ni meriam tersebut mampu mengusir si peneror/ Kuntilanak haha, gue juga gag nyangka ni, tapi ada ceritanya lho guys.
Baca yukk secuil info dari gue :
Menurut penuturan Usmulyani warga Pontianak, permainan meriam karbit terkait dengan awal berdirinya Kota Pontianak. Berawal dari perjalanan Syarif Abdurrahman menyusuri Sungai Kapuas untuk menemukan areal yang bisa didiami, konon rombongan itu mendapat gangguan.
"Konon, selama delapan hari menebang pohon, para pengikut Syarif Abdurrahman mendapat gangguan para kuntilanak. Boleh jadi kata 'kuntilanak' ini bertransformasi menjadi Pontianak," tuturnya.
Namun, dalam cerita rakyat Melayu, kata Pontianak pun berarti perempuan yang meninggal ketika melahirkan, kemudian rohnya bergentayangan di desa-desa untuk meneror warga. Disarankan oleh tetua Melayu agar warga memelihara kuku panjang dan tajam sehingga bila bersua sang Pontianak, dapat menancapkan kuku tajam pada lehernya agar berubah jadi perempuan cantik.
"Tapi, Sultan Syarif Abdurrahman memilih cara lain. Dia menembakkan meriam ke arah hutan, yang diyakini sumber bunyi-bunyian seram pengganggu pengikutnya," cerita Usmulyani.
Dari kejadian mengusir gangguan itu di zaman kesultanan akhirnya meriam karbit menjadi sering digunakan, tetapi beralih fungsi sebagai penanda saat berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Meriam dibunyikan saat memasuki azan maghrib yang tujuannya untuk memberitahukan masyarakat Pontianak bahwa waktu maghrib tiba.
"Maklum saja, pada saat itu masjid-masjid belum memiliki alat pengeras suara seperti saat ini. Selain itu, populasi penduduk yang jarang dan terpisah-pisah jelas menyulitkan mendengar suara azan," beber kerabat Keraton Kadriah yang juga tokoh Melayu itu.
Namun, kondisi saat ini adalah tradisi meriam karbit dimainkan mulai jelang Lebaran dengan puncaknya malam takbiran hingga tiga hari setelah Lebaran, selepas senja hingga hampir tengah malam.
Bagi Kota Pontianak kini, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Pontianak Utin Khadijah, tradisi ini mengangkat nama daerah karena ini merupakan tradisi khas satu-satunya yang ada di Tanah Air.
"Permainan rakyat meriam karbit ini jelas memiliki nilai pesona budaya yang menarik. Tidak hanya masyarakat Pontianak, namun dari luar kota pun berdatangan menyaksikan," kata Utin.
Bahkan, pada tahun 2007, meriam karbit Kota Pontianak telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia dan berulang kembali pada tahun 2009.
Untuk mengembangkan kebudayaan ini, Utin berkomitmen akan terus melestarikannya, salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah dengan menggelar festival meriam karbit setiap tahun.
Setiap kelompok biasanya memiliki lima meriam, namun ada beberapa yang memiliki sampai belasan meriam. Kebanyakan lokasi meriam ditempatkan di tepian Sungai Kapuas di sekitar Jembatan Kapuas dengan kedudukan yang saling berhadapan, namun terbatasi bentang sungai yang lebarnya sekitar 600 meter itu.
"Mereka berjejer di masing-masing tepi sungai yang berhadapan, seakan siap-siap berperang," kata Usmulyani. Dentuman yang bersahut-sahutan itu mengundang daya tarik masyarakat Kota Pontianak, bahkan wisatawan dari luar Kalbar menontonnya.
Dentuman meriam karbit ini sangat keras, dapat terdengar dari radius tiga hingga lima kilometer.