Wednesday, March 7, 2012

Empat Tahun tinggal di Rumah Hantu [Real Story] Part 1-2

Permisi sobat Semua,,,,
maaf banget baru sempet update artikel for bukahalaman,,,, lagi sibuk TES nih,,,,,
Kebeneran lagi ada waktu, langsung ane manfaatin buat ngeBlog :D
Kali ini aku mau berbagi cerita Horor,,,,

*Dari hasil pembacaan cerita tsb,, sumpah ngeri abis dehk SObat,,, Itu cerita aku dapet dari Kaskus, tapi itu beneran cerita Asli / NO TIPU dehk,,,, Penulisnya di kaskus juga orang aslinya yang ngalamin kejadian itu,,,Kisah Nyata, gak perlu lama-lama Lets READ,,,,!!!

NB : Bagi yang penakut,, saran jangan baca sendiri ya?? hehehehe

Empat Tahun tinggal di Rumah Hantu

credited by  Agan "pijar88
 
Rumah si TS yg angker



PART 1
Tempat tinggal kami dulu termasuk dalam kawasan yang sepi, terutama pada malam hari. Memang tidak begitu jauh dari keramaian kota Cimanggis, merupakan salah satu kota di Depok. Konon orang bilang Depok adalah tempat Jin buang anak, namun nggak ada sedikitpun ane mempercayai perihal Jin buang anak dalam cerita-cerita orang.

Untuk mencapai rumah kami tersebut masih harus menggunakan Jasa tukang Ojek atau naik motor sendiri, karena belum ada angkot yang melewati daerah kami. Jarak dari Jalan raya Bogor ke dalam memang masih jauh sekitar dua kilometer. Bila agan naik motor, maka akan dengan leluasa melihat keindahan di sepanjang jalan, melewati dua buah tanjakan yang terasa curam. Di Tanjakan ke dua inilah tempat ane dan anak istri bernaung beberapa tahun lamanya. Rumah dengan kiri kanan kesunyian. Sebelah kanan hamparan sawah dari lapangan Golf yang belum digunakan oleh perusahaan, sehingga digarap oleh penduduk sekitar. Lengkap dengan jurang terjal dan empang yang bila dilihat seksama lebih menyerupai telaga, apalagi bila malam, tampak hitam pekat.

Di sisi depan dan kiri tempat kami terdapat sebuah tanah kosong. persis di kiri penuh belukar yang semula digunakan sebagai lapangan bulu tangkis yang akhirnya dibiarkan mati begitu saja menjadi rimbunan rumput ilalang. Bila malam hari agan melewati jalanan di depan rumah kami, pasti akan tergerak untuk melihat kesunyian yang mendirikan bulu roma, yang hanya terdengar desau angin dan gesekan rumput ilalang.

Tepat di rumah kami ini, jangan harap agan mendapatkan penerangan jalan dari rumah kami. Meskipun ada beberapa stop kontak dan bekas lampu penerang di depan rumah, tapi tidak pernah lagi kami nyalakan. Mungkin orang akan berpendapat betapa pelitnya kami sampai lampu jalan atau minimal lampu depan rumah saja nggak dinyalakan. Itu mungkin pendapat orang yang baru lewat. Mungkin. Tapi bagi penduduk sekitar kampung kami tentunya tidak asing lagi dengan hal gelapnya depan rumah kami. Sengaja kami tidak menyalakan lampu depan rumah karena kami sudah merasa bosan untuk menyalakannya. Kenapa Bosan? Kelak agan akan mengetahui dengan sendirinya nanti.

Rumah ini kami tinggali sejak beberapa tahun yang lalu. Ane bangga menempati rumah dengan desain yang artistik dan terletak di tanah yang cukup tinggi dibanding tanah sekitar, sehingga jika dilihat dari bawah tanjakan, akan nampak seperti Villa di atas bukit.
Rumah ini kami beli dari seorang pensiunan Kolonel Tentara yang pindah karena sesuatu hal. Hari pertama kami menempati rumah ini, seperti lazimnya orang pindahan kami melakukan selamatan dengan mengundang beberapa tetangga. Malamnya kami lewatkan dengan tidur yang pulas karena suasana sekitar rumah memang asri dengan hawa dingin menyejukkan dibawa oleh angin dari padang golf.

Beberapa hari lamanya tinggal di sini tak ada kejadian yang aneh, sampai pada suatu pagi Ane mendapati rokok filter yang baru saja ane beli, hilang secara misterius. Sebungkus rokok itu baru ane hisap satu batang, lainnya masih utuh. Itulah awal mula keanehan yang kami dapatkan. Kalau hilangnya bukan didepan mata ane sendiri, mungkin ane nggak peduli. Toh hanya sebungkus rokok, apa artinya sebungkus rokok yang hilang. Tapi yang membuat Ane penasaran adalah bahwa rokok itu hilang di depan mata ane sendiri, di mana nggak ada seorangpun yang lewat atau pernah bergabung beberapa waktu sebelumnya di sini. Ane anggap hilang begitu saja, dan melupakan kejadian itu, dua hari kemudian Ane dikejutkan dengan kemunculan kembali rokok ane yang hilang tepat di tempat semula. Rokok itu masih utuh, tepat kurang satu batang karena sudah ane hisap sebelumnya. Ane tanya pembantu ane, apakah dia yang sengaja berbuat begitu untuk mengerjai atau menakuti ane, nyatanya bukan dan pembantu ini juga merasa takjub bercampur ketakutan. Lagi-lagi ane anggap bahwa kejadian yang saya alami ini hanyalah kebetulan atau ane yang salah lihat.

Ane punya anak kecil, laki-laki yang berusia 1,5 tahun waktu kami baru menempati rumah ini. Nggak ada lain dan bukan, yang dikerjakan anak ane ini nangis tiap hari. Bagi ane mendengar tangis bayi terus-menerus adalah hal yang biasa. Tapi kalau tangis itu berkepanjangan dan tak henti-hentinya, tentulah jadi masalah juga bagi kami.

Kami sengaja memberikan pengasuh khusus pada bayi Kami ini, seorang ibu paruh baya yang cukup rajin dalam mengerjakan sesuatu. Ibu ini sangat tanggap pada apa yang harus dia kerjakan tanpa kami menyuruhnya. Dia mulai bekerja setelah pembantu yang pertama pulang tanpa sebab musabab yang jelas. Kehadiran ibu ini ditengah-tengah kami adalah hal yang istimewa, di mana kami menganggap dia sebagai ibu kami sendiri. Di saat-saat kami mulai dicekam rasa penasaran dan ketakutan dengan kejadian demi kejadian aneh, keberadaan seseorang yang lebih tua dari usia kami adalah anugerah, minimal kami merasa nyaman, terutama dari hal-hal yang aneh. Sikecil pun mulai berkurang tangisannya. Kami lalui hari-hari dengan tenang dan menyenangkan sampai pada suatu saat kami kedatangan orang tua kami.
Tanpa kami sangka-sangka, si Ibu pengasuh bayi ini secara tiba-tiba mengajukan berhenti dari pekerjaannya dengan mendadak. Nggak ada rayuan atau apapun yang dapat mencegah keinginannya untuk berhenti dari kerja di rumah ini. Kamipun tidak dapat berbuat apa-apa selain dari mengikhlaskan kepergian pembantu kami yang bijak ini, walaupun dengan kecamuk pertanyaan yang tidak terpecahkan saat itu. Baru bertahun-tahun kemudian pertanyaan itu terjawab kenapa si Ibu pembantu ini minta berhenti mendadak. Ternyata kami telah dikelabui oleh kekuatan jahat yang akan kami ceritakan lagi nanti, pada bagian akhir kisah ini.

Akhirnya kami mendapatkan lagi pembantu, yang masih belia, namanya Ratih. Berusia sekitar 18tahunan. Terlalu muda untuk ukuran pembantu yang diharapkan dapat mengerjakan segala sesuatunya. Bila pembantu yang lama kami dapat lebih tenang karena faktor usia yang cukup, tapi dengan pembantu yang baru ini kami tidak begitu mengharapkan perubahan yang berarti. Yang penting istri ane nggak terlalu repot lagi. Walaupun masih muda, lama-lama Ratih dapat menyesuaikan juga dengan keadaan di rumah kami. Tapi itu tidak berlangsung lama. Baru sepuluh hari kerja, Ratih sudah meminta berhenti. “Saya mau berhenti saja Pak, orang tua Saya menyuruh Saya pulang” Demikian kalimat yang diucapkan Ratih saat meminta ijin berhenti dari kami, dengan sorot mata yang ketakutan. “Bukankah mbak Ratih sudah berjanji akan berkerja di tempat kami minimal 2bulan biar kami dapat mencari penggantinya dulu..?” kata Ane mengingatkan akan janji Ratih pada saat kami terima kerja dulu. Ratihpun tidak bisa mengelak, dia surut juga. Memang kami dulu membuat kesepakatan dengan Ratih bahwa minimal kerja di rumah kami selama dua bulan, dan jika mau berhenti harus memberi tahu paling tidak satu bulan sebelumnya agar kami dapat mencari penggantinya sesegera mungkin. Hal itu kami lakukan karena belajar dari pengalaman pertama dengan pembantu kami yang dulu. Perihal alasan Ratih untuk pulang kampung pun ane fikir hanya akal-akalan saja.

Kami lega dan menganggap sudah selesai wacana Ratih untuk pulang kampung. Tapi hari-hari berkutnya setelah Ratih meminta berhenti itu jadi terasa kaku, dia lebih banyak diam. Istriku sering ke kamar Ratih untuk sekedar menghibur Ratih agar kerasan. Kamarnyapun kami pasangi Tivi sendiri agar betah. Kamar Ratih adalah kamar yang dulu ditempati pembantu kami yang pertama. Letaknya agak jauh dari kamar kami, kamar utama yang ukurannya lebih besar, terletak paling belakang di bagian rumah. Dari kamar kami ini dapat melihat langsung ke pemandangan belakang rumah yang banyak ditumbuhi pohon pisang dan petai cina melalui jendela kamar. Dari slot jendela yang sudah berkarat, pertanda bahwa jendela ini sangat jarang dibuka. Baru setelah kami tempati, jendela ini difungsikan lagi.

Hari itu hari minggu, hari libur untuk ane setelah seminggu bekerja. Ane bolak-balik dari rumah ke tempat kerja di Bogor. Kebetulan supersibuk sehingga hari liburpun kadang-kadang tidak lagi menjadi hari libur. Saya tetap harus mengerjakan tugas-tugas di luar rumah. Karena hari minggu ini nggak ada tugas yang mengharuskan ane keluar rumah, Saya bersama istri dan anak ane yang saat ini sudah berusia 2 tahun menyempatkan jalan-jalan ke Mall sambil menikmati kebersamaan. Memang kami jarang mendapatkan suasana begini. Petangnya, kami kembali ke rumah. Sampai di rumah pas magrib. Keadaan rumah sepi, lampu-lampu dalam rumah sudah menyala terang.

“Ratih..” “Ratih..!” Teriak istri ane memanggil Ratih, kalau-kalau ketiduran. nggak ada sahutan dari dalam rumah. ane pun gedor-gedor rumah, tetap nggak ada reaksi,padahal biasanya nggak begini. Biasanya Ratih akan langsung membukakan pintu saat kami baru nyampai di rumah. Lama pintu tidak dibukakan, juga nggak ada tanda-tanda kalau Ratih masih melek. Mungkin Ratih memang tertidur di kamarnya. Tapi kamarnya kan dekat dari ruang tamu, bahkan terletak persis garis lurus dari pintu utama, jadi mustahil jika dengan panggilan segitu kerasnya Ratih tetap tidak bangun-bangun juga. Ane ngecek pintu, ternyata nggak dikunci, hanya ditutup dengan pengait slot yang sebenarnya bisa dibuka dari luar, dengan cara menariknya dari lubang jendela samping pintu. Ane menjulurkan lengan dan berusaha meraih slot yang menahan pintu untuk agar dapat dibuka. Alhamdulillah. Pintu dapat terbuka dengan sendirinya. Kamipun masuk dengan menahan gondok dan kesal.


PART 2

Kami memasuki rumah. Kamar Ratih kelihatan gelap, lampunya nggak dinyalakan. Ane melihat sosok tubuh Ratih yang diam kaku, sama sekali nggak terusik dengan kehadiran kami. “Sakitkah dia?” Fakir ane. Tetap dengan keadaannya yang diam kaku, pintu yang sedikit menganga kami buka lebar. Istriku bertanya “Kenapa kamu diam saja? Dari tadi kami panggil-panggil, kamu kenapa diam saja?” Tidak ada respon, Ratih tetap diam dengan sebagian rambut panjangnya menutupi muka. Muka Ratih nyaris tidak kelihatan, hanya dagunya saja yang kelihatan sangat pucat. Dia bangkit dan terduduk dengan memeluk sebelah kakinya di atas Ranjang. Anak bayiku menangis tiba-tiba. Mungkin karena kesal merasa dicueki, istriku berteriak. “Kamu kenapa diam saja? Apa yang kamu lakukan?!”

Ratih diam saja, namun tiba-tiba dia menangis dengan suara lantang, lebih menyerupai jeritan. Huah……….ckhdggrkhhh….!! Saya nggak mau tahu urusanmu…! Saya mau bebas..!” Suara itu terdengar sangat keras melengking, memecah kesunyian petang.
“Saya tidak peduli…..!” “Hi hi hi hi hi hi hi…. Hi hi hi hi….” Suara lantang itu berubah menjadi suara tawa. Ya, suara tertawa yang sangat mengerikan. Bulu kuduk ane langsung berdiri, merinding! Istri ane diam saja, mungkin schok dengan jawaban yang baru saja ia terima. Tapi ane mengkap hal yang aneh. Dari pertama kedatangan kami, dan apalagi dengan suara tangis yang tiba-tiba berubah menjadi suara tertawa melengking yang menakutkan. Ane tarik tubuh istri untuk menjauhi tubuh Ratih. Suara tertawa masih melengking-lengking, berpadu dengan tangis anak ane yang makin keras. “Ma, tunggu di sini sebentar. Saya keluar” Kata ane, lengsung berlari menuruni tanjakan.

Ane langsung menuju ke tempat pemancingan, di sana ada satu ruangan yang memang digunakan sebagai tempat istirahat pegawai pemancingan sekaligus tempat biasa ane nongkrong. Ada 6 orang bergerombol membentuk lingkaran, mereka sedang main domino. Kaget melihat kedatangan ane yang mendadak. “Ada apa ya Pak?” Tanya Pak Narto yang lagi main domino. Pak Narto ini sehari-hari sebagai pegawai pemancingan yang cukup akrab dengan ane, karena sebelum kami menempati rumah ini pun ane sudah mengenalnya. Setelah ane jelaskan hal kejadian yang baru saja kami alami, semua orang yang ada di pemancingan langsung berlari menghambur ke rumah ane, Istri ane masih ketakutan tapi berusaha menenangkan diri, memeluk sikecil. Orang-orang tercekat melihat pemandangan dihadapannya. Ratih dengan rambut yang masih riap-riapan menutupi mukanya, berputar-putar di atas ranjang, tidak menempel kasur! Ya, Ratih melayang-layang dengan suara tangis dan tawa yang bergantian, memekakkan telinga. Salah satu orang dari kelima rombongan langsung inisiatif memanggil orang pintar, agak jauh dari rumah.

Sementara kami tercengang dengan kejadian terbangnya Ratih, tanpa fakir panjang ane dengan Pak Narto dan Mul memegang tubuh Ratih dan menempelkannya ke ranjang. Ane membaca doa-doa dengan suara keras, dan Ratih kelihatan agak melunak. Dua orang memegangi kaki Ratih. “Saya tidak mau anak ini tinggal di sinii!!” teriakan panjang kembali terucap dari bibir Ratih. Saya yakin itu bukan suara Ratih yang biasanya. “Siapa kamu?” Saya berteriak tak kalah kencang. “Saya Kuntilanak..!!!” teriak bibir Ratih yang sudah berubah putih pucat, Ane tercengang, bergidik. Kaki dan tangan terasa dingin banged. Ane lepasin pegangan pada tubuh Ratih, sambil membaca ayat Al fatihah! Dengan nanar Ratih memandang kearah Saya dan berucap. “Ha ha ha aha ha… baca aja terus..!” Ane terdiam. Istri ane sudah mulai tenang, mungkin sudah menyadari apa yang sudah terjadi dihadapannya. Dia membaca ayat kursi, orang-orang ikut membaca ayat kursi, tapi Ratih semakin lantang tertawa. “Jangan baca ayat kursi, baca surat Yasin!” Istrikupun langsung membaca Surat Yasin, namun belum selesai istri ane membaca surat Yasin, si Ratih sudah berubah kembali menjadi Kuntilanak dan berteriak “jangan begitu bacanya.. kamu Salah!! Ambil Alqur an, bacakan Yasin secara benar..!”
Bersamaan dengan itu Paranormal atau orang pintar yang dipanggil Mul datang. Paranormal langsung melakukan Sholat di ruang tamu, dan istri ane mengambil alqur an. Membacanya dengan terburu-buru karena mulut Ratih tetap meracau tidak karuan….


Kisah berlanjut,,,,
Penasaran,,,,
BACA  lanjut PART 3 dan 4  
Disqus Comments