Ki Ageng Makukuhan
Penulis: Dorothea Rosa Herliany
Dahulu kala tersebutlah seorang janda yang tinggal di wilayah Purwokondo. Ia memiliki seorang putra bernama Joko Teguh. Terkisahkan, Joko Teguh berparas dungu dan sering mendapat ejekan dari teman-teman sebayanya karena tingkahnya yang menggelikan. Akan tetapi, sebenarnya banyak orang yang menyukai Joko Teguh karena luhur budi dan santun tingkah lakunya. Joko Teguh juga memiliki kepintaran dalam hal obat-obatan. Ia mengenal berbagai jenis tumbuhan yang dapat menyembuhkan penyakit.
Ketika usianya menginjak dewasa, Joko Teguh berniat mengembara meninggalkan desanya. Betapa sedih sang ibu mendengar rencana anak satu-satunya itu. Akan tetapi kemudian ibunya menyadari bahwa anaknya harus mencari ilmu dan pengalaman agar hidupnya di masa depan lebih baik. Untuk itu ia harus pergi jauh dari desanya.
“Baiklah, ngger! Kau boleh pergi mencari keutamaan. Akan tetapi, hendaknya kepergianmu tidak sia-sia. Maka sebaiknya tuntutlah ilmu kebaikan, dan petiklah segala pengalaman baik”, pesan sang ibu.
Joko Teguh bersujud kepada ibunya, lalu berangkat pergi. Sebagai tanda kasih sayang, sang ibu memberikan sebutir telur burung pipit sebagai bekal anaknya.
Sebelum Joko Teguh pergi, sang ibu berpesan, “Ngger, jika engkau hendak menuntut ilmu, maka mengabdilah kepada Panembahan Hardo Pikukuh di wilayah Ngargo Sari. Di sana engkau insya Allah dapat memperoleh apa yang kau angan-angankan.”
Joko Teguh menuruti nasehat sang ibu, maka berangkatlah ia ke Ngargo Sari. Dengan berjalan kaki ia tempuh perjalanan itu berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Menyeberangi sungai, melewati lereng-lereng gunung, menuruni jurang.
Namun, betapa kecewanya hatinya ketika Joko Teguh menghadap sang panembahan. Hasratnya untuk mengabdi kepada Panembahan dengan satu syarat, yaitu Joko Teguh harus mempersembahkan seekor kuda sembrani. Kuda sembrani adalah seekor kuda yang dapat terbang dengan sayapnya. Hal itu sebagai syarat untuk mengobati sakit putri Panembahan Hardo Pikukuh, yaitu Dewi Sri Lintang Katon. Joko Teguh merasa kecil hati, mungkinkah ia bisa mendapatkan kuda sembrani.
Akan tetapi, demi niatnya yang luhur, Joko Teguh tidak takut untuk mencari ke manapun bisa diperoleh kuda sembrani itu.
Adapun bagi Panembahan, kuda sembrani dimaksudkan sebagai syarat untuk kesembuhan putrinya. Dewi Sri Lintang Katon yang berparas cantik jelita itu, tengah menderita kebutaan. Sakit itu hanya bisa disembuhkan dengan datangnya kuda sembrani.
Dengan perasaan kecewa, Joko Teguh melanjutkan pengembaraannya. Tujuannya tiada lagi jelas. Namun, dalam hatinya mendamba agar dapat bertemu dengan kuda yang diinginkan sang putri.
Tidak lama kemudian, ia bertemu dengan seorang saudagar kaya dari Ngembuh Kawuryan. Saudagar kaya itu ternyata juga sedang melakukan pengembaraan. Namun, tujuannya adalah untuk mencari pengobatan bagi kedua putrinya yang sedang sakit lumpuh. Kedua putri itu bernama Endang Gadung Melati dan Endang Rantam Sari.
“Insya Allah saya tahu bagaimana mengobati lumpuh,”kata Joko Teguh.
“Duh, beruntung benar saya ini,”kata saudagar itu.
“Jika demikian, sudilah Anda mengobati kedua putri saya,”ujarnya kemudian.
Joko Teguh berpikir sejenak.
“Jika sakit anakku dapat tersembuhkan olehmu, maka saya bersedia memberi hadiah apapun yang engkau minta,”katanya.
Joko Teguh lalu tersadar. Maka ia minta hadiah seekor kuda sembrani jika dapat menyembuhkan dua anak perempuan saudagar kaya itu. Di luar dugaan, permintaan itu akan dipenuhi. Maka berangkatlah Joko Teguh ke Ngembuh Kawuryan.
Joko Teguh punya keyakinan bahwa telur burung pipit dapat menyembuhkan sakit lumpuh. Dengan bekal itu sajalah Joko Teguh mengobati sakit lumpuh yang diderita putri saudagar itu.
Dengan sungguh-sungguh dan disertai doa memohon rahmat Allah, Joko Teguh mengobati Endang Gadung Sari dan Endang Rantam Sari. Betapa bahagia saudagar kaya itu dan keluarganya melihat kedua putrinya sembuh dari kelumpuhan. Maka dihadiahilah Joko Teguh seekor kuda sembrani yang indah. Bahkan atas kebahagiaan itu maka oleh saudagar itu Endang Gadung Sari dan Endang Rantam Saripun diserahkan kepada Joko Teguh untuk dijadikan istri.
Dengan bahagia, Joko Teguh dan kedua putri cantik jelita itu meninggalkan Ngembuh Kawuryan. Mereka mengendarai kuda sembrani menuju ke Ngargo Sari menghadap Panembahan Hardo Pikukuh.
Mendengar datangnya kuda sembrani, Dewi Sri Lintang Katonpun terhenyak. Ajaib, sakit penglihatan yang dideritanya berangsur membaik. Akan tetapi, kesembuhan itupun berkat kepandaian Joko Teguh akan ilmu pengobatan.
Diterimalah Joko Teguh mengabdi pada Panembahan Hardo Pikukuh. Namun, Endang Gadung Sari dan Endang Rantam Sari memilih meninggalkan Joko Teguh.
Namun, Panembahan Hardo Pikukuh menghadiahkan Dewi Sri Lintang Katon untuk dijadikan istri Joko Teguh. Merekapun kemudian diberi tanah perdikan bernama Kembang Madu. Panembahan Hardo Pikukuh juga memberi gelar Joko Teguh dengan Panembahan Makukuhan. Dan selama beberapa waktu, Joko Teguh diajarkan berbagai kepandaian dalam hal olah tani.
Tanah perdikan yang pada mulanya kering dan tandus, berkat keuletan Panembahan Makukuhan berubah menjadi tanah yang subur makmur. Demikian juga rakyat di daerah itu bersatu saling membantu.
Panembahan Makukuhanpun akhirnya hidup bahagia di daerah Kembang Madu itu bersama istrinya, Dewi Sri Lintang Katon dan para selirnya Endang Gadung Sari dan Endang Rantam Sari. Berkat kewibawaan dan kearifannya dalam memimpin masyarakat, maka tempat itu menjadi daerah yang terkenal sangat subur. Karena itu, banyak pengikut yang berguru kepada Panembahan Makukuhan.
Ketika Panembahan Makukuhan meninggal dunia, jasadnya diperebutkan oleh para siswanya untuk dimakamkan di daerah mereka. Namun, salah seorang muridnya ingat akan pesan Panembahan Makukuhan yang ingin dimakamkan di puncak Gunung Sumbing. Dengan begitu, kewibawaannya akan tersebar merata di semua daerah Kembang Madu.
from : http://pendekartidar.org/babad-bhumi-kedu.php